Jangan beri
alasan bila yang kau tanam hanya seonggok kebohongan.
Jangan beri
janji bila kau sendiri sadar kau adalah munafik yang handal.
Jangan taburkan
kesedihan bila kau sendiri tak paham cara tuk memulihkan luka.
Sungguh kau
memang aktor yang sangat handal dalam mempermainkan peranmu, seakan ingin
membuat semua mata bersorak terbelalak akan peranmu, kau pun rela korbankan
seonggok hati perempuan tak berdosa yang setiap malam hanya bisa memujamu lewat
layar smartphone.
Miris melihat
ternyata semenjijikan itu tingkahmu, yang lebih parahnya lagi sungguh hinanya
diri ini karna tertipu dengan beribu topeng hias yang kau ciptakan, dengan
bumbu manis dari setiap lembar tarian lidahmu yang indah.
Dulu kau ucap
janji tanda sebuah komitmen dibuat, katamu kau tak perduli dengan jarak yang
melintang antara kau dan aku, sebuah kepercayaan adalah kunci utama dalam suatu
hubungan tuturmu menegaskan. Buaymu membawaku hanyut dalam tiap kalimat janji
yang kau eluh - eluhkan, sampai tak terasa semakin hari semakin berat saja
rasanya jarak menyiksaku, ingin rasanya bersandar dibahumu yang bidang,
memandang langit sembari berangan angan tentang bagaimana hubungan kita kelak.
Namun sayang
bintang yang kuharapkan ternyata kehilangan cahayanya. Malam itu kudengar suara
lembut seorang gadis terlontar saat ku menelfonmu tuk menanyakan kabar karna
sudah 3 hari kita tak bertukar tawa. Suara tawanya masih tetap terngiang dalam
otakku sejak 10 detik yang lalu, suara tawa yang lembut dibalut dengan tawa
kecilmu diujung obrolan. Rongga mulutku seakan beku untuk berkata, beribu sel
dalam otakku berputar mencoba kembali berpikir tentang apa yang sedang terjadi.
Dengan siapa kau habiskan malammu disana, beginikah caramu menjalin sebuah
komitmen yang kau janjikan itu?
Kau tau?
Aku seperti
sedang membangun sebuah gedung pencakar langit yang sangat kokoh, tapi sayang
baru saja akan ku bangun lantai ke 15 sebuah angin kencang bertiup dan
mengempas satu per satu lantai gedung yang telah kubangun, seperti itulah
caramu meruntuhkan semua kepercayaan yang telah kubangun selama ini, kau
membuat hal - hal yang ku lakukan selama ini seolah hanyalah sebuah kebodohan
yang tak berarti bagimu.
5 hari sudah tak
bersua kabar darimu, entah karna rasa malu yang sedang menyelimuti jiwamu entah
mungkin karna hati yang selama ini kau jaga sudah berganti kepemilikan?
Malam ini
bolehkah ku bercerita pada sang bintang yang kian detik kian redup, tentang
hati yang lara karna cinta, tentang bagaimana hubungan ku denganmu yang tak
kunjung menemukan titik temu yang baik.
Sungguh,
sebenarnya tak apa bila kau ingin pergi, pergilah. Sudah tak ada lagi kata yang
pantas tuk ku utarakan untuk menahanmu tetap disini. Rasanya seakan sesak,
terlalu muak untuk kembali membuka lembaran baru bersamamu. Tiap kali benakku
mengingatmu hanya suara perempuan itu yang terngiang, berputar - putar seolah
ingin membuktikan bahwa ada hal - hal yang lebih bisa membahagiakanmu disana
ketimbang harus bermesraan dengan layar smartphonemu.
Tuan.
Bolehkah kita
mengulang masa - masa indah itu, masa dimana hanya pesanku lah yang selalu kau
nanti, masa dimana hanya senyumku yang dapat terus membuat hatimu berdetak
kencang, masa dimana hanya ada tawa kita diselah obrolan kecil pengantar tidur.
Kini kisah itu lenyap dalam semalam tergusur kisah baru yang hendak kau pijaki
dengannya.
Entah apa
jadinya aku nanti, entah bagaimana cara menyembuhkan luka tikaman yang jelas -
jelas kau biarkan tertancap tanpa berniat tuk kau obati. Aku kembali kosong,
sama seperti sebelum ku mengenal laki - laki yang selalu kukagumi tiap
malamnya.
Mungkin cerita
kita memang hanya cukup ditulis dengan 5 lembar kertas tak lebih, bila dengan
bersamanya bisa membuatmu lebih baik, bila dengan bersamanya mampu membuatmu
merasa menjadi dirimu. Sungguh aku tak apa, pergilah bila itu adalah yang
terbaik untukmu, rasanya aku sudah tak memiliki hak tuk menahanmu tetap tinggal
lebih lama.
Karna yang
sebenarnya ku inginkan, hanyalah bagaimana melihatmu bahagia walau kenyataannya
itu tidak bersamaku. Terima kasih untuk semua yang telah kau lakukan untukku,
awal - awal mungkin akan sulit bagiku tuk menghentikan kebiasaanku, yaitu
mengagumimu disetiap malamku.
Tapi kau tak
usah mencemaskanku....
toh selama ini
aku sudah cukup merasakan pahitnya berjalan dengan satu kaki, tak apa bukan
bila sekaligus saja ku patahkan sebelahnya untuk membuang kenanganku tentangmu.
Karna aku masih punya 2 tangan yang selalu bisa menggenggam hatiku agar tak
jatuh kembali ketempat yang salah.
Tuan.
Terima kasih,
karna kau tunjukan ternyata selama ini aku masih mampu tuk berjalan dengan satu
kaki. Terima kasih karna telah mengajarkanku bahwa yang terbaik tak akan datang
secepat itu.
Selamat tinggal,
semoga kau temukan rumah sesungguhnya untuk pulang bukan sekedar singgah tuk
melepas resah.
Komentar
Posting Komentar